A. PENDAHULUAN
Konflik
organisasi adalah masalah yang sering muncul dalam suatu organisasi sebagai
akibat karena perbedaan-perbedaan tujuan,kepentingan dan nilai-nilai yang
masing-masing dari komponen tersebut tidak berjalan seiring antara harapan dan
hasil yang diraih. Apalagi orang-orang
yang ada di lingkungan kerja itu sebagai individu atau pribadi yang datang dari
berbagai macam latar belakang. Mereka
berasal dari motif yang heterogen,
sehingga memungkinkan terjadinya salah persepsi dan salah paham. Hal inilah yang kemudian menimbulkan konflik
atau pertentangan dalam organisasi.
Konflik
ini sendiri terjadi karena beragam faktor pendorong, yang secara psikologis
dilakukan karena para pelaku konflik mengubah respon terhadap perubahan
stimulus. Berdasarkan beragam faktor
pendorong tersebut, dapat ditentukan 3 tipe konflik, yaitu:
1.
Konflik internal
Timbul sebagai akibat
dari disposisi,respon ataupun reaksi psikologis yang muncul dari diri seseorang
karena dia merasa kebutuhan atau keinginan pribadinya tidak dipenuhi.
2.
Konflik eksternal
Konflik ini timbul
karena dua pihak memiliki perasaan yang kurang senang antara satu dengan yang
lain.
3.
Konflik realistik
Merupakan tipe
konflik yang nyata,berstruktur. Dan modus operandinya diketahui sehingga dapat
dipecahkan.
4.
Konflik tidak realistik
Bersumber dari alasan
yang tidak jelas, tidak nyata, karena sumber atau sifat konfliknya tidak
berstruktur sehingga tidak diketahui modus operandinya. (Alo Liliweri,
2005:267-269)
Di
dalam suatu perpustakaan yang juga merupakan suatu organisasi, juga tak luput
dari terjadinya konflik. Konflik yang
terjadi di dalam tubuh perpustakaan ini, sedikit banyak tentulah berpengaruh
pada layanan perpustakaan. Di
perpustakaan, pelayanan yang ramah, komunikatif dan responsif memiliki nilai
utama di hati masyarakat pengguna, namun juga strategi harus dilakukan oleh
perpustakaan dalam menghadapi perubahan.
Dengan kata lain, perubahan harus dilakukan dari berabagi dimensi dari
sisi internal (manajemen tata kelola) yang berdampak pada kondisi di dalam
organisasi juga eksternal yang akan berdampak langsung pada pengguna. Kemampuan untuk mengenali kebutuhan dan
karakteristik masyarakat yang dilayani merupakan syarat utama bagi perpustakaan
untuk mempertahankan eksistensinya. Tetapi karena adanya konflik internal, maka
sedikit banyak tentu hal ini mempengaruhi layanan di perpustakaan. Untuk itulah
penulis tertarik untuk mengambil judul “Konflik Internal Dalam Pelayanan di
Perpustakaan”.
B.
PEMBAHASAN
Dalam
pengertian yang luas, konflik dapat diartikan sebagai segala macam bentuk
hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (Abdullah Masmuh, 2010:293). Dalam setiap konflik, terdapat beberapa unsur
yaitu:
1.
Ada dua pihak atau lebih
yang terlibat. Jadi, ada interaksi
antara mereka yang terlibat.
2.
Ada tujuan yang dijadikan
sasaran konflik. Tujuan itulah yang
menjadi sumber konflik.
3.
Ada perbedaan pikiran,perasaan,tindakan
diantara pihak yang terlibatuntuk mendapatkan atau mencapai tujuan atau sasaran
4.
Ada situasi konflik antara
dua pihak yang bertentangan. Ini
meliputi situasi antar pribadi, antar kelompok dan antar organisasi (Alo
Liliweri, 2005:249-251).
Sebuah
pendapat mengemukakan bahwa paling sedikit ada tiga bentuk atau tipe konflik
dalam organisasi yaitu konflik tugas (Task conflict), konflik antarpersonal
(interpersonal conflict) dan konflik prosedural (Procedural conflict). Konflik tugas terjadi karena adanya
ketidaksesuaian peran yang dijalankan
oleh anggota organisasi dengan status yang diikuti dengan
kemampuan,pengetahuan pendidikan dan ketrampilan. Secara umum, bentuk konflik tugas ini
merupakan konflik produktif, yang mana jika diselesaikan dapat meningkatkan
kualitas tanggung jawab personal,kelompok kerja ataupun organisasi sehingga menghasilkan
perubahan pola pikir maupun hasil organisasi.
Ketika
hubungan antar personal dalam suatu organisasi terganggu, maka akan dapat
menimbulkan konflik antar personal. Gangguan
ini disebabkan karena adanya ketidaksepakatan antar personal terhadap kebutuhan
atau keinginan personal yang seharusnya dapat dipenuhi oleh organisasi. Konflik jenis ini juga disebut dengan personality clash karena relasi antar
personal dalam komunikasi organisasi yang tidak efektif. Konflik ini biasanya terjadi karena kontras
atau antagonisme antara tujuan organisasi dengan tujuan seseorang atau
sekelompok orang.
Sedangkan
konflik prosedural dapat terjadi ketika anggota kelompok tidak sepakat tentang
prosedur yang mengatur tentang bagaimana kelompok tersebut mencapai tujuan
organisasi. Konflik ini masuk dalam
kategori konflik produktif, yang mana jika diselesaikan dengan baik akan
meningkatkan kinerja organisasi. (Alo Liliweri, 2005:263-266)
Sementara
itu, ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa tipe konflik dalam
organisasi terbagi menjadi empat, yaitu:
a.
Konflik antar personal
organisasi
Konflik ini terjadi
di tengah individu anggota sebuah organisasi sebagai imbas langsung dari adanya
perbedaan-perbedaan atau perselisihan-perselisihan di antara para anggota
kelompok tersebut yang secara khusus terkait dengan cara pandang terhadap suatu
nilai atau tujuan yang hendak dicapai.
b.
Konflik dalam kelompok
Konflik ini terjadi
dalam sebuah kelompok,tim atau departemen tertentu.
c.
Konflik antar kelompok
Terjadi antar bagian,
tim atau departemen-departemen dalam suatu organisasi.
d.
Konflik antar organisasi
Konflik ini terjadi
akibat adanya perselisihan antar lembaga organisasi yang timbul akibat salah
seorang manajer suatu lembaga organisasimenganggap bahwa manajer organisasi
lain kurang fair dalam menjalankan etika bisnis yang dikendalikannya sehingga
mengancam eksistensi keberadaan stakeholder dari organisasi yang dikelolanya
(Muhammad Bukhori,dkk;2005:302-303).
Secara
khusus, berdasarkan pihak-pihak yang saling bertentangan, konflik ini dibedakan
menjadi lima jenis, yaitu:
a.
Konflik dalam diri individu
Konflik ini dapat
terjadi disaat seseorang menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia
harapkan untuk melaksanakannya, apabila berbagai permintaan pekerjaan saling
bertentangan, atau apabila seseorang diharapkan untuk melakukan sebuah
pekerjaan di luar kemampuannya.
b.
Konflik antar individu dalam
organisasi yang sama
Jenis ini diakibatkan
oleh perbedaan kepribadian yang berasal dari adanya konflik antar peranan
(misalnya antar pustakawan)
c.
Konflik antara individu dan
kelompok
Konflik ini
berhubungan dengan cara individu dalam menghadapi tekanan untuk keseragaman
yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.
d.
Konflik antar kelompok dalam
organisasi yang sama
Terjadi karena
pertentangan kepentingan antar kelompok.
e.
Konflik antar organisasi
Timbul sebagai akibat
bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara (Sukanto Reksohadiprodjo,
T.Hani Handoko, 1992:233)
Di
sisi lain dalam sebuah penelitian Dahrendorf seorang sosiolog, dikemukakan ada
tiga bentuk pertentangan atau konflik dalam organisasi, yaitu:
1.
Pertentangan tidak resmi
(informelle konflikte)
Pertentangan
bentuk ini terjadi terbatas pada bagian-bagian organisasi atau disebabkan oleh
kelompok-kelompok yang dikenal sebagai kelompok informal sebagai akibat adanya
ikatan pribadi antara anggota-anggotanya.
2.
Pertentangan yang dialih
arahkan (umgeleitete konflikte)
Pertentangan
ini banyak memasuki bidang ilmu jiwa (aspek psikologis).
3.
Pertentangan yang nyata
(manifeste konflikte)
Yang
dimaksud di sini adalah pertentangan yang diakibatkan karena adanya tuntutan
akan kekuatan yang diajukan oleh kelompok-kelompok yang solider. Yang terpenting dalam pertentangan ini adalah
tuntutan akan kekuasaan atau pembagian kekuasaan. (Astrid S Susanto,1986:40)
Konflik yang terjadi,
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1.
Konflik nilai, yaitu terjadi
karena perbedaan nilai. Yang termasuk
dalam katagori ini adalah konflik yang bersumber dari perbedaaan rasa
percaya,keyakinan, bahkan idiologi atas apa yang diperebutkan.
2.
Kurangnya komunikasi, dalam
artian konflik bisa terjadi karena dua pihak kurang berkomunikasi.
3.
Kepemimpinan yang kurang
efektif atau pengambilan keputusan yang tidak adil.
4.
Ketidak cocokan peran, hal
ini dapat diartikan konflik terjadi karena adanya ketidak cocokan peran dengan
kemampuan yang dimiliki seseorang.
Konflik
terdiri dari tiga tahapan, dimana konflik itu sendiri bergerak antar tahapan
(William Hendricks,2006).
Tahapan-tahapan konflik tersebut adalah:
1.
Tahap satu
Konflik tahap ini
terjadi terus menerus dan biasanya memerlukan sedikit perhatian, Konflik ini ditandai oleh perasaan jengkel
sehari-hari
2.
Tahap dua
Konflik ini ditandai
dengan sikap kalah menang. Kepentingan
pribadi dan bagaimana seseorang melihat menjadi sangat penting.
3.
Tahap tiga
Konflik ini bertujuan
mengubah keinginan untuk menang menjadi keinginan untuk mencederai.
Pelayanan
adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung
(Moenir,2002:16-17). Basis kegiatan di
perpustakaan adalah pelayanan. Dengan
berjalannya waktu, konsep pelayanan mengalami mperubahan. Bila dahulu konsep pelayanan adalah
memberikan pelayanan kepada siapa yang mendatangi, sekarang hal itu tidak
berlaku lagi. Konsep yang tadinya
pengguna harus menunggu untuk dilayani, sekarang ini menjadi bagaimana agar
pengguna tidak menunggu untuk dilayani melainkan pelayanan mendatangi pengguna.
Bila
dalam suatu perpustakaan terjadi suatu konflik internal, hal ini dapat mendatangkan sisi negatif maupun positif,
tergantung bagaimana pemimpin dari perpustakaan tersebut menerapkan strategi
manajemen konflik. Karena, pada dasarnya
di satu sisi konflik bisa memiliki efek fungsional dan di sisi lain konflik
juga memiliki efek disfungsional (Abdullah Masmuh,2010:307).
Yang
dimaksud dengan konflik yang fungsional yaitu konflik yang berdampak positif
dan menguntungkan bagi efektivitas organisasi dalam hal ini perpustakaan. Sebagai contoh, dua orang pustakawan di
perpustakaan umum sama-sama bersikeras dan mempertahankan pendapatnya dalam
merencanakan design ruang koleksi anak.
Pustakawan A bersikeras ruang tersebut cukup dicat dengan warna yang
menarik tanpa diberi lukisan pada dindingnya, karena menurutnya hal itu justru
akan memecah konsentrasi anak-anak yang masuk ke ruang tersebut. Sedangkan pustakawan B bersikeras ruangan
tersebut selain dicat dengan warna menarik juga pada dindingnya diberi lukisan
yang bertemakan anak-anak, dengan alasan hal terebut bisa menarik perhatian
anak-anak untuk masuk ke ruang tersebut yang kemudian akan memanfaatkan bahan
koleksi yang ada.
Bila
pemimpin perpustakaan dapat mengelola konflik tersebut secara tepat, maka kelak
akan didapatkan pendapat mana yang teruji secara nyata paling baik di antara
keduanya. Dalam situasi ini, konflik
bisa berakibat fungsional, yaitu:
1.
Meningkatnya keterlibatan
orang lain
Dalam contoh kasus di
atas, pimpinan perpustakaan dapat melibatkan semua pegawai yang ada baik yang
pustakawan ataupun yang tidak untuk ikut menyumbangkan idenya. Dengan demikian, semua pegawai perpustakaan
merasa ikut memiliki perpustakaan tersebut.
2.
Menggerakkan pertumbuhan
Yang dimaksud di sini
adalah meningkatnya jumlah pengunjung perpustakaan. Dari contoh di atas, setelah ditemukan design
mana yang tepat, tentulah para pengunjung akan merasa nyaman. Dari rasa nyaman inilah kemudian pengunujung
akan merasa ketagihan untuk datang kembali dan bukan tidak mungkin akan
mengajak orang lain untuk datang juga.
3.
Meningkatnya kerjasama
Karena dalam strategi
manajemen konflik ini melibatkan orang lain, otomatis kerjasama akan meningkat.
Sedangkan
yang dimaksud dengan konflik disfungsional adalah konflik yang berdampak
destruktif dan merusak organisasi, dalam hal ini perpustakaan. Misalnya di dalam perpustakaan ada perilaku
dari para pegawai yang tidak bertanggung jawab dan cenderung mengganggu dan
merusak harmonisasi di dalam perpustakaan tersebut. Dalam kondisi ini, konflik tersebut bisa
berakibat disfungsional dan menghambat kinerja dari perpustakaan itu sendiri,
yaitu:
1.
Para pegawai tidak berminat
untuk bekerja
Karena terjadi
konflik yang cenderung mengganggu, situasi menjadi “panas”, hal ini tentu akan
menimbulkan keengganan dalam bekerja.
2.
Menghilangkan minat para
pengunjung untuk datang kembali
Konflik ini tentunya
menimbulkan emosi dalam diri para pegawai.
Hal ini tentu berdampak pada pelayanan kepada para pengunjung. Pengunjung yang semula dilayani dengan ramah,
penuh senyum, tetapi karena para pegawai
yang melayanisedang emosi, maka pengunjung dilayani dengan cemberut, ketus
bahkan kadang disertai dengan kata-kata kasar.
Hal ini tentu akan membuat pengunjung akan kapok untuk datang lagi.
Karena
konflik ini menimbulkan efek negatif bagi pelayanan di perpustakaan yang juga
akan berimbas bagi kelangsungan hidup dari perpustakaan itu sendiri, maka
konflik disfungsional ini harus dihindari.
Dan itu membutuhkan peran dari semua yang ada di perpustakaan tersebut. Selain itu, kemampuan manajemen konflik
pemimpin organisasi dalam hal ini kepala perpustakaan sangatlah dibutuhkan agar
memberikan efek yang positif bagi perpustakaan itu sendiri.
Menurut
Robinson dan Clifford, manajemen konflik merupakan tindakan konstruktif yang
direncanakan, diorganisasikan,digerakkan, dan dievaluasi secara teratur demi
mengakhiri konflik. Dalam konsep
manajemen konflik ini, secara umum mencakup beberapa hal, yaitu:
1.
Pengakuan kita bahwa dalam
setiap masyarakat selalu ada konflik.
2.
Analisis situasi yang
menyertai konflik.
3.
Analisis perilaku semua
pihak yang terlibat.
4.
Tentukan pendekatan konflik
yang dapat dijadikan model penyelesaian.
5.
Fasilitas komunikasi yaitu
dengan membuka semua jalur komunikasi baik secara langsung maupun tidak
langsung.
6.
Negosiasi, yaitu teknik
untuk melakukan perundingan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
7.
Rumuskan beberapa
anjuran,tekanan dan konfirmasi bagi kelestarian relasi selanjutnya.
8.
Hiduplah dengan konflik,
karena pada dasarnya semua konflik tidak dapat dihilangkan, kecuali dapat ditekan
atau ditunda kekerasannya. (Alo Liliweri, 2005:289)
Dalam
menerapkan strategi manajemen konflik ini, terlebih dahulu terdapat beberapa
hal-hal yang perlu dipahami untuk memilih metode penyelesaian konflik,
diantaranya yaitu tahap penyelesaian konflik dan asumsi penyelesaian
konflik. Tahap penyelesaian konflik ini
meliputi:
1.
Pengumpulan data
Yang dimaksud di sini
adalah data awal yang harus diketahui untuk menjawab pertanyaan 5 W dan 1 H,
yaitu:
a. Who:
siapa saja yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam konflik
b. Which:
jenis konflik seperti apa yang melibatkan mereka
c. Why:
apa sebab dua pihak atau lebih terlibat dalam konflik
d. When:
kapan konflik itu terjadi
e. Where:
di mana konflik itu terjadi
f. How:
bagaimana proses awal sampai akhir konflik itu terjadi
2.
Periksa ulang pencatatan
data
3.
Mendengarkan dua pihak atau
pihak lain dengan memberikan dukungan terhadap gagasan-gagasan yang sama
4.
Menciptakan kesan bahwa
untuk menyelesaikan konflik ini diperlukan kerjasama
5.
Melakukan negosiasi dan
kompromi untuk memilih cara terbaik dalam menyelesaikan konflik
6.
Mengemukakan bahwa kerukunan
jauh lebih mahal daripada pertentangan dan konflik. (Abdullah
Masmuh,2010:308-309)
Secara
umum, manajemen konflik sebagai upaya untuk mengakhiri konflik selalu berakhir
dengan tiga asumsi, yaitu:
1.
Kalah-kalah
Hal ini berarti
setiap orang yang terlibat dalam konflik akan kehilangan tuntutannya jika
konflik terus berlanjut.
2.
Kalah-menang
Yang dimaksud di sini
adalah salah satu pihak pasti kalah karena dia kehilangan tuntutannya, dan
pihak lain pasti menang, hal ini akan berakibat jika pihak yang kalah kurang
menerima keputusan dengan sepenuh hati, maka dikemudian hari akan timbul
konflik baru.
3.
Menang-menang
Ini artinya semua
pihak menang. Hal ini terjadi jika kedua
pihak kehilangan sedikit dari tuntutannya, namun hasil akhirnya memuaskan kedua
belah pihak tersebut. Jika semuanya menerima
keputusan dengan lapang dada, maka akan mencegah timbulnya konflik yang
bersumber dari masalah yang sama. (Alo Liliweri,2005:294-295)
Menurut
para pakar, terdapat 5 macam strategi manajemen dalam menangani konflik yaitu:
1.
Kompetisi
Strategi ini sering
juga disebut dengan strategi kalah menang yang artinya penyelesaian konflik
dengan cara menggunakan kekuatan atau kekuasaan. Strategi ini cocok digunakan dalam situasi:
- menyangkut
perkara penting di mana tindakan yang tidak popular perlu diterapkan
- menyangkut
perkara yang penting bagi kesejahteraan organisasi
- melawan
orang yang mengambil keuntungan dari perilaku yang tidak kompetitif
2.
Kolaborasi
Sering juga disebut
dengan strategi menang-menang yaitu sama-sama menguntungkan kedua pihak. Situasi yang cocok dalam penerapan strategi
ini yaitu:
- mencari
solusi terpadu jika ada dua masalah yang terlalu penting untuk dikompromikan
- menggabungkan
pandangan dari orang-orang dengan sudut pandang yang berbeda
- mendapatkan
komitmen dengan memasukkan hal-hal penting menjadi sebuah konsensus
- berkaitan
dengan perasaan yang telah ikut terlibat dalam suatu hubungan
3.
Penghindaran atau penolakan
Yaitu strategi untuk
menjauhi sumber konflik dengan mengalihkan persoalan . Strategi ini cocok diterapkan dalam situasi:
- jika
suatu perkara itu pelik
- tidak
ada peluang untuk memuaskan keinginan
- gangguan
potensial lebih kuat dari keuntungan penyelesaian yang bakal didapat
- memberikan
kesempatan orang lain untuk tenang dan mendapatkan pikiran yang jernih
- jika
mengumpulkan informasi lebih diperlukan daripada keputusan yang cepat
- jika
orang lain dapat mengatasi konflik dengan lebih efektif
- jika
isu yang muncul nampak sebagai gejala dari isu yang lain
4.
Akomodasi
Artinya strategi yang
menempatkan kepentingan lawan di atas kepentingan diri sendiri. Situasi yang cocok dalam penerapan strategi
ini adalah:
- jika
isu tertentu lebih penting untuk orang lain
- untuk
menciptakan kepercayaan sosial bagi isu yang akan datang
- jika
harmoni dan stabilitas sangat penting
- memberi
kesempatan belajar dari kesalahan
5.
Kompromi
Ini berarti
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sama-sama mengorbankan sebagian dari
sasarannya, dan mendapatkan hasil yang tidak maksimal. Strategi ini cocok diterpkan dalam situasi:
- jika
tujuan adalah penting, tetapi tidak seimbang dengan usaha atau adanya potensi
gangguan yang lebih kuat
- jika
lawan dengan kekuastan sama-sama rela berkorban untuk tujuan yang berbeda
- mencapai
penyelesaian sementara atas isu yang rumit
- mencapai
pemecahan yang tepat sesaat dengan tekanan waktu
- sebagai
cadangan untuk berjaga-jaga jika kolaborasi atau kompetisi tidak berhasil. (Umar
Nimron,1999:75-78)
C.
KESIMPULAN
Konflik
yang timbul di perpustakaan dapat menimbulkan efek negatif dan efek positif,
tergantung darimana pemimpin dari perpustakaan yang bersangkutan menerapkan
strategi manajemen konflik. Tetapi itu
semua juga harus didukung oleh peran dari semua pegawai yang ada dan kesadaran
dari para pegawai dalam rasa memiliki perpustakaan dan kepedulian mereka dalam
memajukan perpustakaan yang bersangkutan.
D.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah
Masmuh. Komunikasi Organisasi Dalam
Perspektif Teori dan Praktek. Malang:UMM Press,2010
Alo
Liliweri. Dasar-dasar Komunikasi Antar
Budaya .Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2005
Astrid
S. Susanto. Komunikasi Dalam Teori dan
Praktek Jilid 2. Bandung:Binacipta,1986
Moenir.
Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia.
Jakarta:Bumi Aksara,2002
Muhammad
Bukhori, Abdullah Masmuh, Ni’matul Zuhroh. Azas-Azas
Manajemen. Yogyakarta:Aditya Media,2005
Sukanto
Reksohadiprojo, T. Hani Handoko,. Organisasi
Perusahaan Teori Struktur dan Perilaku. Yogyakarta:BPFE,1992
Umar
Imron, Perilaku Organisasi (edisi revisi).
Surabaya:Citra Media,1999
William
Hendricks. Bagaimana Mengelola Konflik.
Penerj. Arif Santoso. Jakarta:Bumi Aksara,2002